Kepercayaan Islam Wetu Telu di Lombok
4 Nov 2025

Istilah Wetu Telu
Sebagian besar suku Sasak memeluk kepercayaan Islam. Namun, pada sebagian kecil masyarakatnya, terdapat praktik agama Islam yang berbeda dengan Islam pada umumnya yakni Islam Wetu Telu.
Istilah wetu sering dipadankan dengan istilah “wektu” dalam bahasa Jawa yang berarti “waktu”. Sedangkan kata “telu” dalam bahasa Sasak-Bayan berarti “tiga”. Alhasil, penggabungan dari dua suku kata tersebut menjadi Wektu Telu atau Wetu Telu yang bermakna sebagai tiga waktu.
Istilah Wetu Telu muncul karena para Penganutnya hanya melakukan salat pada tiga momen semata. Yakni, salat Jumat, salat jenazah, dan salat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha). Menariknya, pada setiap hari Jumat, penganut Islam Wetu Telu akan mengerjakan tiga salat pada tiga momen waktu, yakni dini hari (salat Subuh), senja hari (salat Magrib), dan malam hari (salat Isya).
Para penganut Islam Wetu Telu mengklaim ajarannya bersumber pada tiga otoritas, yaitu Al Quran, Hadis dan Ijma, namun pada pelaksaannya dalam menjalankan ibadah terlihat jelas berbeda dengan Islam pada umumnya yang menjalankan ibadah lima waktu setiap hari.
Acara & Ritual
Rowah Wulan dan Sampet Jum’at

Rowah Wulan diselenggarakan pada hari pertama bulan Sya‘ban, sedangkan Sampet Jum’at dilaksanakan pada jum‘at terakhir bulan Sya‘ban. Tujuannya adalah menahan diri dari perbuatan yang dilarang guna menjaga kesucian bulan puasa. Namun, Upacara-upacara ini tergolong unik, karena masyarakat penganut kepercayaan Wetu Telu sendiri tidak melakukan puasa. Yang melaksanakan hanya para Kyai saja, berbeda dengan cara berpuasa yang dilaksanakan oleh penganut Islam pada umumnya.
Maleman Pitrah dan Lebaran Tinggi
Maleman Pitrah identik dengan pembayaran zakat fitrah. Dalam tradisi Wetu Telu, maleman Pitrah merupakan saat anggota masyarakat mengumpulkan fitrah kepada para kyai yang telah melaksanakan puasa.
Sedangkan Lebaran Tinggi sama dengan hari raya Idul Fitri. Bedanya, upacara Lebaran Tinggi terdapat acara khusus makan bersama antara pemuka agama, pemuka adat, dan masyarakat biasa yang menganut Wetu Telu.
Lebaran Topat
Lebaran Topat dilaksanakan seminggu setelah upacara Lebaran Tinggi. Seluruh Kyai yang dipimpin oleh Penghulu akan melakukan Sembahyang Qulhu Sataq atau salat empat rakaat yang ditandai dengan pembacaan surat Al-Ikhlas seratus kali. Lebaran Topat diakhiri dengan acara makan ketupat bersama di antara para kyai.
Lebaran Pendek
Lebaran Pendek adalah istilah untuk hari raya Idul Adha di kalangan islam Wetu Telu. Pelaksanaannya dilakukan dua bulan setelah lebaran topat. Dimulai dengan shalat berjamaah di antara para Kyai, disusul acara makan bersama dan setelah itu dilanjutkan dengan pemotongan kambing berwarna hitam.
Masjid Bayan Beleq

Di Pulau Lombok, para penganut Islam Wetu Telu membangun Masjid dengan gaya arsitektur khas Suku Sasak. Salah satu contoh masjid tersebut adalah Masjid Bayan Beleq, masjid tertua di Pulau Lombok.
Sebagian besar material bangunannya terbuat dari kayu dan bambu. Bagian atapnya terbuat dari alang-alang atau sirap dengan denah berbentuk persegi empat. Pada bagian atapnya dibangun berbentuk seperti piramid bertumpang yang disangga tiang-tiang yang berjumlah empat.
Uniknya, keempat tiang itu berasal dari empat desa berbeda, yakni Desa Bilok Petung Lombok Timur untuk tiang di sebelah tenggara, Desa Terengan untuk tiang sebelah timur laut, Desa Senaru untuk tiang sebelah barat laut, dan Dusun Semokon, Desa Sukadana untuk tiang sebelah barat daya.
Setiap tiang memiliki fungsi yang berbeda. Tiang sebelah Tenggara difungsikan untuk khatib, di sebelah Timur Laut untuk Lebai (Pegawai Masjid), tiang di sebelah Barat Laut untuk Mangku Bayan Timur, sedangkan tiang sebelah Barat Daya untuk Penghulu. Selain itu tiang-tiang ini juga berfungsi sebagai tempat menempelkan dinding yang terbuat dari bambu yang dibelah dengan cara ditumbuk yang disebut dengan pagar rancak.