Napak Tilas Musik Keroncong

Keroncong merupakan salah satu musik khas Indonesia yang tidak kalah populer bila dibanding dengan musik lainnya. Adapun, musik satu ini menggunakan instrumen musik dawai, suling dan vokal.

Meskipun asli musik Nusantara, namun sebenarnya musik keroncong dipengaruhi dan dibawa oleh Portugis. Bila ditengok ke belakang, sebelum Belanda datang, sebenarnya Portugis menjadi bangsa Eropa pertama yang mencapai Nusantara. Kala itu mereka datang karena mengetahui kekayaan rempah-rempah Indonesia yang begitu melimpah.

Setelah berhasil menguasai Malaka pada 1512, Portugis mengirimkan tiga kapal yang dipimpin oleh Antonio de Abreu ke Maluku untuk melakukan monopoli rempah-rempah, khususnya cengkih dan pala. Di masa itu, keroncong juga mulai diperkenalkan oleh pelaut dan budak kapal dari Portugis.

Awalnya, jenis musik ini bernama fado. Seiring berjalannya waktu, akhirnya musik tersebut menyebar dengan cepat ke seluruh Nusantara. Hingga akhirnya musik keroncong tiba di Betawi pada 1661 karena dibawa oleh Mestizos --keturunan pelaut Portugis yang menikah dengan penduduk lokal dan menjadi koloni--.

Saat itu, Mestizos menetap di Kampung Tugu (Toegoe) di Jakarta Utara. Maka dari itu, musik keroncong lebih dikenal sebagai tradisi musik rakyat dari Kampung Tugu, sesuai dengan lokasi penemuannya.

Pada awal penemuannya, musik keroncong menjadi primadona masyarakat peranakan Indo-Eropa kelas bawah. Mestizos membuat musik ini untuk bernostalgia tentang keseharian, kesulitan serta kebahagiaan yang mereka alami. Musik ini dibawakan dengan gitar besar, gitar kecil, seruling, piul, dan rebana. 

Melalui kreativitas warga Kampung Tugu saat membuat tradisi musik, akhirnya tercipta tiga jenis gitar: Jitera, Prunga dan Macina. Jitera merupakan gitar yang besar, Prunga untuk gitar sedang serta Macina untuk gitar yang paling kecil. Pada saat memainkan ketiga gitar tersebut akan muncul suara 'krong-krong' serta 'crong-crong', dan bunyi dari gitar yang dihasilkan menjadi awal mula penamaan musik keroncong.