Belajar dari Suku Baduy yang Tak Pernah Dilanda Krisis Pangan

4 Nov 2025

Suku Baduy merupakan masyarakat adat dan sub-etnis dari suku Sunda yang mendiami pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Suku yang memiliki populasi sekitar 26 ribu jiwa ini dibagi menjadi dua: Baduy Luar dan Baduy Dalam.

Hingga kini, baik suku Baduy Dalam maupun Baduy Luar masih memegang kuat konsep pikukuh (aturan adat yang isi terpentingnya mengenai keapaadaan) dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah memanfaatkan alam dan untuk alam, serta memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papannya sendiri dengan menenun atau bercocok tanam. Menariknya, hingga kini suku Baduy tidak pernah mengalami krisis pangan dan tidak terdampak dengan adanya kenaikan harga beras di pasaran.

Hal ini dapat dibuktikan dari kebiasaan Baduy Luar yang tidak menanam padi di sawah atau lahan basah. Sebagai gantinya, mereka menanam di ladang yang relatif kering. Padi yang mereka tanam juga tidak diberi pupuk kimia karena dilarang oleh kebiasaan adat dan juga dapat merusak tanah.

Karena hal ini padi yang suku Baduy tanam memiliki hasil yang berbeda dengan padi pada umumnya atau biasa dikenal padi huma atau gogo. Setelah dipanen pun gabah tersebut disimpan di lumbung bernama leuit untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga.


Beras yang dihasilkan Suku Baduy (satubanten.com)

Gabah-gabah yang disimpan tersebut kabarnya dapat bertahan hingga satu abad lamanya. Hal ini dikarenakan gabah tersebut tidak mengandung air sama sekali. 

Didukung dengan alam yang subur, masyarakat Baduy juga menghasilkan kopi, pisang, palawijaya, umbi-umbian, durian hingga madu. Bahkan beberapa hasil ladang juga dijual ke pasar Rangkabitung, seperti: pisang, serai, petai, manggis durian, hingga gula aren.

Untuk urusan obat-obatan, suku Baduy juga mengandalkan kekayaan alam. Tanaman obat dapat tumbuh liar di kawasan ini, sehingga dimanfaatkan untuk mengobati sakit.