Rumah Adat Bale Suku Sasak

4 Nov 2025

Rumah adat suku Sasak di dusun Sade, Lombok Tengah terdiri dari berbagai macam Bale yang semuanya beratap jerami atau alang –alang dan memiliki fungsi tersendiri. Diantaranya yaitu:


Bale Lumbung

Bale lumbung dijadikan sebagai ciri khas rumah adat suku sasak dari pulau Lombok. Hal ini disebabkan bentuknya yang sangat unik dan menarik yaitu berupa rumah panggung dengan ujung atap yang runcing. Bagian atap dari bale lumbung merupakan suatu ruangan yang digunakan untuk menaruh padi hasil dari beberapa kepala keluarga. Bentuknya berupa rumah panggung dimaksudkan untuk menghindari hasil panen rusak akibat banjir dan serangan tikus.


Bale Tani

Ruangan pada Bale Tani terdiri atas Bale Luar atau disebut juga Sesangkok (serambi) yang digunakan sebagai tempat menerima tamu dan kamar tidur dan juga Bale Dalam yang terbagi lagi menjadi Dalem Bale (kamar) dan Pawon (dapur). Dalem Bale ini khusus digunakan oleh anggota keluarga perempuan, diantaranya tempat menaruh harta berharga, ruang tidur anak gadis, ruang persalinan, dan ruang menaruh jenazah sebelum dikuburkan. 


Bale Jajar

Bale jajar merupakan tempat hunian suku sasak dengan ekonomi menegah ke atas. Bentuknya serupa dengan Bale Tani, perbedaannya terletak pada ruang Dalem Bale yang lebih banyak. Bale Jajar memiliki dua Dalem Bale dan satu serambi (sesangkok) dan ditandai dengan adanya sambi yaitu tempat penyimpanan bahan makanan dan keperluan rumah tangga. Pada bagian depan Bale Jajar terdapat sekepat dan pada bagian belakangnya terdapat sekenam yang akan dijelaskan lebih lanjut di bagian berikutnya.


Berugaq Sekepat

Berugaq sekepat memiliki bentuk seperti saung dan terletak di bagian depan Bale Jajar. Biasa digunakan untuk menerima tamu karena tradisi sasak tidak menerima sembarang orang ke dalam rumah. Bila pemilik rumah memiliki anak perempuan, sekepat dapat digunakan untuk menerima pemuda yang datang midang (melamar). 


Berugaq Sekenam

Sekenam memiliki bentuk yang serupa dengan berugaq sekepat, perbedaannya terletak dari jumlah tiangnya yaitu sebanyak enam buah dan berada di bagian belakang rumah. Sekenam digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.


Bale Bonder

Bale Bonder biasanya dihuni oleh pejabat desa atau dusun dan terletak di tengah pemukiman. Fungsinya yaitu sebagai tempat persidangan adat, seperti tempat diselesaikannya kasus pelanggaran hukum adat. Selain itu Bale Bonder digunakan sebagai tempat menaruh benda-benda bersejarah atau pusaka warisan keluarga.


Bale Beleq Bencingah

Bale Beleq Bencingah biasa digunakan pada masa kerajaan dahulu. Fungsinya yaitu sebagai tempat acara-acara penting kerajaan, diantaranya pelantikan pejabat kerajaan, pengukuhan putra mahkota kerajaan dan para Kiai penghulu kerajaan, tempat penyimpanan benda pusaka kerajaan, dan sebagainya. Bale ini juga dijadikan sebagai tempat suci.


Bale Tajuk

Bale tajuk memiliki bentuk segi lima dan ditopang oleh lima tiang . Bale Tajuk adalah sarana pendukung bagi rumah yang memiliki keluarga besar. Tempat ini digunakan sebagai tempat pertemuan keluarga besar dan pelatihan macapat takepan, untuk menambah wawasan dan tata krama.


Bale Gunung Rate dan Bale Balaq

Bale Gunung Rate dan bale Balaq merupakan jenis hunian yang didirikan pada daerah dengan kondisi geografis tertentu. Bale Gunung Rate didirikan oleh warga yang bermukim di lereng pegunungan sedangkan bale Balaq didirikan berupa rumah panggung untuk menghindari bencana banjir.


Bale Kodong

Bale Kodong memiliki ukurann yang sangat kecil dan rendah,  tingginya kira-kira seukuran orang dewasa. Bale ini umumnya digunakan oleh para pengantin baru atau orang lanjut usia yang tinggal bersama cucu-cucunya.


Meluluri Lantai dengan Kotoran Ternak

Sade merupakan salah satu dusun di desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah. Dusun ini terkenal dengan rumah adat Suku Sasak dan tradisi-tradisi lainnya yang masih bertahan hingga kini. Salah satu dari sekian tradisi unik tersebut adalah kebiasaan masyarakat meluluri lantai rumah mereka dengan kotoran ternak. 

Bagi masyarakat Sade, kotoran sapi bukanlah suatu hal yang menjijikkan. Namun merupakan sebuah hal  yang bermanfaat untuk membersihkan dan merawat rumah. 

Kotoran sapi yang digunakan untuk melulur lantai harus kotoran yang baru keluar, bukan yang sudah berhari-hari mengendap. Biasanya kotoran yang digunakan ialah kotoran yang dikeluarkan ternak di pagi hari, alasannya adalah karena masih segar dan hijau, tidak menguarkan aroma menyengat dan belum dikerubuti lalat.

Kotoran sapi atau kerbau tersebut lalu dicampur dengan tanah liat dan digosokkan ke lantai, setelahnya didiamkan selama beberapa jam hingga mengering dan aroma tak sedap hilang dengan sendirinya. 

Penggunaan kotoran sapi pada lantai dan dinding rumah Suku Sasak ini punya tujuan untuk mengusir nyamuk dan memberikan efek hangat di dalam ruangan rumah. Saat musim hujan rumah jadi terasa hangat. Sebaliknya, saat musim panas rumah terasa adem. 

Mereka juga meyakini kotoran sapi dan kerbau bisa memperkokoh rumah agar tak mudah retak. Kotoran yang dicampur dengan sedikit air, lalu diusap ke seluruh lantai serta dinding menjadikan lantai lebih kesat dan mengkilap. Biasanya warga dusun Sade melakukan tradisi ini sebulan sekali.


Dilakukan Sebelum Ziarah 

Mayarakat Sade cenderung tidak mempertanyakan tradisi yang sudah mengakar di tempat tinggal mereka. Apapun ajaran yang dianggap suci dan sakral oleh nenek moyangnya, semuanya akan tetap dilanjutkan.

Sama halnya dengan memilih kotoran kerbau atau kotoran sapi sebagai bahan melulur lantai rumah. Menurut kepercayaan mereka, melulur lantai rumah dengan kotoran kerbau lebih suci daripada dengan kotoran sapi karena kerbau dianggap telah memiliki banyak jasa di sawah, sehingga pada saat sebelum menjalankan beberapa tradisi keagamaan seperti ziarah makam wali dan zikiran di siang hari, masyarakat harus melulur rumah mereka dengan kotoran kerbau terlebih dahulu.

Masyarakat berpendapat bahwa melulur lantai dengan kotoran ternak merupakan bagian dari ritual yang harus dilaksanakan masyarakat Sade. Menurutnya, belumlah dianggap sempurna ziarah atau zikiran mereka jika belum melulur lantai rumah mereka dengan kotoran ternak. 

Selain itu kotoran tersebut dipercaya sebagai simbol kerja keras petani. Karena sebagai besar masyarakat Sasak Ende hidup sebagai petani dan peternak.