Sosis Solo: Kuliner Hasil Akulturasi Antara Belanda dan Indonesia

4 Nov 2025

Berkunjung ke Solo tanpa mencicipi sosis solo rasanya kurang pas. Terbuat dari daging sapi yang digiling kemudian digulung dengan dadar telur yang sangat tipis, siapa yang tak suka?

Sosis solo sendiri dibagi menjadi dua jenis: sosis solo basah yaitu sosis solo yang dikukus dan sosis solo goreng. Baik sosis solo basah atau goreng, keduanya paling cocok disantap dengan cabai atau dicocol saus sambal.

Selain lezat, sosis solo juga menjadi 'saksi bisu’ hasil akulturasi antara budaya Belanda dan Indonesia. Lahir karena budaya kuliner Belanda sangat kental di Solo saat masa penjajahan.

Dahulu, Solo merupakan lokasi strategis bagi para petinggi Belanda untuk menjalin hubungan dengan raja-raja di Mataram Kuno. Karena hal tersebut, warga Solo tergiur untuk menikmati hidangan sosis yang biasa bangsa kolonial santap. 

Namun karena sosis yang bangsa Belanda makan terbuat daging giling yang dicampur susu, warga Solo mencoba mengolahnya sesuai dengan lidah. Sebab masyarakat kala itu tidak terbiasa mengkonsumsi susu. Akhirnya, terciptalah sosis versi warga Solo yang dibuat dengan merica, bawang putih, dan pala. 

Selain itu, bila sosis yang biasa dikonsumsi orang Eropa disantap sebagai lauk atau teman roti, sementara untuk sosis solo sendiri tergolong ke dalam camilan. 

Meski begitu, sumber lain menyebutkan bahwa sebenarnya sosis solo lahir karena kreatifitas pengusaha restoran Tionghoa di Solo. Kala itu mereka melihat adanya peluang bisnis dengan menjajakan sosis hasil kreasinya untuk bangsawan kolonial dan priyayi di Solo. Apalagi salah satu bahan pembuatan sosis solo: telur, cukup melimpah di tanah Jawa.

Ada juga kabar yang mengatakan bahwa Kanjeng Sunan Pakubowono X yang menggubah dan meracik sendiri sosis solo. Pasalnya kala itu masyarakat ingin mencicipi kuliner khas Belanda. Tetapi ada juga yang menyebut bahwa Kanjeng Sunan Pakubowono X yang memerintah untuk membuat sosis solo.