Toek, Makanan Ekstrim Khas Mentawai

4 Nov 2025

Ari Rizkiandi

Toek merupakan hasil dari endapan kayu yang direndam di dalam air selama beberapa bulan. Semakin lama kayu itu direndam, maka akan semakin banyak menghasilkan Toek.

Kayu yang dapat menghasilkan Toek tentunya bukan sembarang kayu. Masyarakat Mentawai menyebutnya kayu Tumung atau yang dikenal dengan kayu Terentang (Campnosperma Auriculatum). Kayu tersebut banyak dijumpai di hutan-hutan Mentawai.


Dipanen Selama Dua Sampai Tiga Bulan Sekali

Untuk mendapatkan Toek, butuh beberapa proses seperti memotong kayu/batang pohon tumung sesuai ukuran yang dibutuhkan, mulai dari 30 sampai 100 centimeter. Setelah itu dilakukan perendaman selama dua sampai tiga bulan. Agar mendapatkan Toek yang berkualitas, perendaman kayu dilakukan di sungai-sungai yang mengalir ke laut/air payau.

Setelah dilakukan perendaman selama dua atau tiga bulan, maka tibalah waktunya untuk memanen Toek. Kayu tumung tersebut dibelah, dan akan terlihat Toek-toek yang berbentuk cacing yang menyerupai ulat berwarna putih kekuning-kuningan. Kayu yang telihat berloban-lobang, berarti terdapat Toek di dalamnya.


Dimakan Mentah Lebih Nikmat

Cara memakannya ialah dengan membelah kayu. Lalu Toek diambil dan dicelupkan ke dalam perasan air jeruk yang dibumbui bawang merah dan cabai. Bagi yang tidak suka memakan dengan keadaan mentah, Toek bisa juga disajikan dengan cara ditumis, namun kebanyakan masyarakat Mentawai lebih suka memakannya dengan keadaan mentah karena dinilai lebih nikmat dan gurih.

Tradisi makan ulat kayu biasanya dilakukan sore selesai pulang dari ladang dan akan lebih enak mencicipinya sambil berendam di sungai.