Tradisi Pernikahan Suku Sasak

4 Nov 2025

Tradisi Kawin Lari atau Merarik

Suku Sasak memiliki tradisi yang unik dalam budaya pernikahan mereka. Pernikahan dari suku sasak memiliki keunikan tersendiri karena dalam pernikahan suku Sasak meliputi prosesi merarik sebelum menikah dan upacara nyongkolan yang diadakan setelah resmi menikah.

Keunikan lainnya adalah terdapatnya tradisi kawin lari. Di Lombok istilah kawin lari sudah bukan hal yang tabu. Justru, inilah keunikan tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Suku Sasak. Kawin lari terjadi apabila seorang pria dan wanita sudah suka sama suka dan setuju untuk menikah. Adat ini dikenal dengan nama merarik

Merarik memiliki empat prinsip dalam pelaksanaannya: 

  • Pertama, merarik merupakan kebanggaan bagi keluarga perempuan. Seorang gadis yang ‘diculik’ dianggap memiliki keistimewaan sehingga lelaki terpaksa harus menikahinya dengan cara kawin lari. 

  • Kedua, merarik menandakan bahwa laki-laki memiliki kekuatan dan keberanian untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, sedangkan perempuan tidak memiliki kekuatan untuk menentang keinginan tersebut. 

  • Ketiga, merarik berakibat pada timbulnya rasa kebersamaan dalam pihak keluarga perempuan dan masyarakat untuk memilih jawaban atas kawin lari, yaitu mengadakan pernikahan atau menolaknya. 

  • Keempat, merarik dijadikan sebagai sarana untuk memperoleh keuntungan secara ekonomi. Pihak laki-laki harus memberikan mahar dengan nilai yang besar kepada pihak perempuan jika pernikahan disetujui. Besarnya nilai mahar disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan status sosial dari perempuan yang akan dinikahi.

Tradisi merarik diawali dengan pinangan oleh pihak laki-laki ke pihak perempuan pada malam hari. Gadis yang dipinang kemudian ‘dibawa lari’ dan dititipkan di rumah keluarga pria  selama satu malam tanpa sepengetahuan keluarga wanita. Tempat di mana si gadis berada harus dirahasiakan dari keluarganya. 

Pada hari berikutnya, barulah pihak keluarga pria mengirimkan utusan kepada keluarga wanita untuk memberitahukan bahwa anaknya berada di tempat mereka. Pemberitahuan ini disebut Nyelabar.

Nyelabar

Pada saat Nyelabar, orang tua dari pria tidak boleh ikut. Rombongan Nyelabar biasanya terdiri dari lima orang. Mereka pergi ke tempat ketua adat setempat yang disebut Kliang sebagai bentuk penghormatan sekaligus meminta izin.

Setelah itu, barulah rombongan Nyelabar menuju rumah orangtua wanita. Di sana, mereka tidak diperkenankan masuk ke dalam rumah dan hanya diperbolehkan duduk bersila di halaman depan rumah. Kemudian satu orang dari pihak keluarga pria ditunjuk sebagai juru bicara yang akan menyampaikan kabar kepada orangtua wanita.

Pemberitahuan ini bertujuan agar proses "pelarian" diterima oleh pihak keluarga wanita sehingga keduanya disetujui untuk dinikahkan. 

Kemudian, setelah itu akan dilanjutkan dengan proses Selabar untuk membahas tentang Pisuke, jumlah uang atau barang yang akan diberikan pihak keluarga dari pria kepada sang wanita. Biaya tersebut akan digunakan sebagai biaya syukuran.

Apabila semua telah terpenuhi, maka akan segera dilakukan akad nikah. Setelah resmi menjadi pasangan suami istri, maka akan segera dilakukan Sorong Serah, pengumuman resmi pernikahan, dengan menyerahkan seserahan keluarga pria kepada wanita sebelum arak-arakan Nyongkolan sampai ke keluarga sang wanita.

Nyongkolan

Nyongkolan merupakan prosesi yang dilakukan oleh sepasang pengantin usai upacara perkawinan. kegiatan ini berupa arak-arakan kedua mempelai dari rumah mempelai pria ke rumah mempelai wanita, dengan diiringi keluarga dan kerabat mempelai pria, memakai baju adat, serta rombongan musik yang bisa gamelan atau kelompok penabuh rebana, atau disertai Gendang beleq pada kalangan bangsawan. Tradisi ini juga merupakan sebuah bentuk pengumuman bahwa pasangan tersebut sudah resmi menikah.

Sejatinya upacara nyongkolan adalah puncak dari prosesi adat pernikahan  yang memiliki artimempelai pria dibebani tanggungjawab untuk dapat bertangung jawab akan dirinya, pasangan hidupnya dan anak-anaknya. Mempelai pria yang telah menikah juga akan dimintai pertanggungjawaban terhadap pasanganya berupa kesejahteraan hidup yang diberikan kepada mempelai wanita.

Tujuan dari prosesi ini adalah untuk memperkenalkan pasangan mempelai tersebut ke masyarakat, terutama pada kalangan kerabat maupun masyarakat dimana mempelai perempuan tinggal, karena biasanya seluruh rangkaian acara pernikahan dilaksanakan di pihak mempelai laki-laki.

Sebagian peserta dalam prosesi ini biasanya membawa beberapa benda seperti hasil kebun, sayuran maupun buah-buahan yang akan bibagikan pada kerabat dan tetangga mempelai perempuan nantinya. Pada kalangan bangsawan urutan baris iring-iringan dan benda yang dibawanya memiliki aturan tertentu.