Metatah, Bentuk Kedewasaan Lewat Tradisi Potong Gigi

10 Nov 2025

Bella Cynthia Ratnasari

Selain punya alam yang indah, Bali juga menyimpan tradisi unik. Salah satunya adalah Metatah atau  Mepandes atau Mesangih.

Metatah sendiri merupakan tradisi untuk memotong gigi. Bagi umat Hindu di Bali, hal tersebut sebagai penanda bahwa seseorang sudah dewasa atau akil balig, melangkah kehidupan dengan babak baru, menopang tanggung jawab, serta meninggalkan masa kanak-kanaknya.

Tradisi potong gigi dilakukan laki-laki dan perempuan. Untuk perempuan, biasanya upacara dijalankan setelah mendapatkan menstruasi pertama, sementara bagi laki-laki dilakukan setelah mengalami perubahan suara. Sedangkan untuk wanita hamil tidak diizinkan mengikuti Metatah karena dianggap janin yang dikandungnya suci, sementara peserta Metatah berada dalam fase yang tidak suci atau disebut masa cuntaka.

Selama proses berlangsung, setiap peserta menggunakan pakaian adat Bali yang khas, Payang Agung, dengan rambut disanggul dan bagian kepala dhiiasi oleh mahkota berbahan emas yang mewah. 

Kemudian pemotongan gigi dilakukan sambil berbaring sembari memperlihatkan gigi. Lalu tepat di samping peserta terdapat petugas yang siap memotong 6 gigi berbentuk taring: empat gigi seri dan dua gigi taring kanan dan kiri. Petugas tersebut akan mengikis perlahan gigi peserta dengan sebuah alat.

Meski disebut potong gigi, namun bukan berarti gigi dipotong hingga habis. Melainkan gigi dikikir agar rapi. Kurang lebih gigi dipotong kurang dari 2 mm. 

Setelah itu, gigi yang dipotong diletakkan di atas sebuah kain berwarna cokelat kekuning-kuningan. Nantinya, akan didoakan bersama dengan sepiring sesaji.

Setelah gigi dikikir, peserta Metatah diminta untuk mencicipi enam rasa, dari pahit, asam, pedas, sepat, asin dan manis. Adapun, setiap rasa memiliki makna di dalamnya. 

Rasa pahit dan asam sebagai simbol agar tabah menghadapi kehidupan yang keras dan kadang-kadang tidak menyenangkan. Kemudian rasa pedas sebagai simbol kemarahan, senantiasa sabar apabila mengalami kejadian yang membuat naik pitam.

Kemudian rasa sepat sebagai simbol agar taat pada peraturan atau norma-norma yang berlaku. Lalu rasa asin sebagai simbol kebijaksanaan, selalu meningkatkan kualitas pengetahuan untuk pembelajaran diri. Sedangkan rasa manis sebagai penanda kehidupan yang bahagia lahir batin sesuai cita-cita.

Tradisi Metatah sendiri memiliki makna yang mendalam. Juga diartikan sebagai pembayaran utang orang tua ke anaknya karena sudah dapat meninggalkan keenam sifat buruk dari dirinya. Selain itu, orang tua juga akan memberikan nasihat dengan harapan anak bisa menjadi pribadi yang lebih dewasa. 

Adapun keenam sifat buruk manusia yaitu: kama, loba, krodha, mada, moha, dan matsarya. Kama yaitu hawa nafsu yang tidak terkendali, loba untuk sifat ketamakan. Lalu krodha yakni amarah yang melampaui batas, mada yaitu mabuk, moha rasa bingung dan kurang berkonsentrasi sehingga sulit menyelesaikan tugas dengan baik, dan matsarya berarti sifat iri hati.

Untuk biaya, tradisi Metatah menelan dana yang tidak sedikit. Maka dari itu banyak yang menunda proses pemotongan gigi atau sebagai gantinya mereka melakukannya secara massal. Biasanya, Metatah dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan upacara Ngaben, pernikahan, dan Ngeresi, serta dilakukan pada hari-hari tertentu saja.